Langsung ke konten utama

Bencana Daya Beli Masyarakat: Pemerintah Saat Ini Perlu Mengikuti Strategi SBY




Bencana Daya Beli Masyarakat: Pemerintah Saat Ini Perlu Mengikuti Strategi SBY

GALERI

mengatasi bencana daya beliSenator Tanah Papua – Kondisi perekonomian hari ini telah menciptakan jutaan rakyat miskin baru, yang sebelumnya dapat memenuhi kebutuhan hidup harian melalui sistem pengupahan yang dapat memberikan kemampuan keuangan untuk dapat bertahan hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengelompokkan masyarakat miskin baru merupakan pendefinisian status masyarakat yang mengalami perubahan kondisi, dimana sebelum terjadinya gejolak perekonomian dalam negeri (devaluasi Rupiah dan inflasi harga-harga kebutuhan pokok) diidentifikasi sebagai kelompok masyarakat yang hidup dengan mengandalkan kemampuan pengupahan (gaji) yang berasal dari tersedianya lapangan pekerjaan (masyarakat kelas pekerja).
Terdapat banyak instrumen untuk mengukur seberapa besar pengaruh inflasi harga-harga kebutuhan pokok akibat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap terbentuknya kelompok masyarakat miskin baru. Salah satunya melalui pengukuran Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) seperti yang dilakukan melalui survei Bank Indonesia. Meskipun sensitifitas pengukuran ini masih perlu diperdebatkan karena menggunakan batas bawah untuk mengukur pendapatan responden sebesar 1 juta perbulan, sedangkan realitas di masyarakat ditemukan banyak anggota masyarakat yang tidak sanggup memenuhi pendapatan sebesar 1 juta perbulan. Isu lainnya yang masih perlu diperdebatkan dalam metode survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah pemilihan sampel 18 Kota yang tidak memasukkan satupun daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Metode statistik tidak pernah membuat kesalahan, sebab metode statistik hanyalah instrumen pengukuran yang digunakan oleh analis untuk menginterpretasikan data data faktual kedalam bentuk angka-angka yang mudah dipahami oleh publik. Terlebih lagi jika terdapat kepentingan tertentu untuk mengamankan persepsi publik yang terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh institusi Pemerintahan yang sedang berkuasa. Tentunya publik juga ingin mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan statistik apabila menggunakan indikator pendapatan dibawah 1 Juta perbulan (<1 Juta/Bulan) untuk menilai Indeks Keyakinan Konsumen secara real.
Terlepas dari perdebatan metode yang digunakan, data-data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) disepanjang bulan Januari sampai bulan Agustus di sepanjang Tahun 2015 terdiri dari: bulan Januari sebesar 120,2 ; bulan Februari sebesar 120,2 ; bulan Maret sebesar 116,9 ; bulan April sebesar 107,4 ; bulan Mei sebesar 112,8 ; bulan Juni sebesar 111,3 ; bulan Juli sebesar 109,9 ; bulan Agustus sebesar 112,6. Data yang ditunjukkan disepanjang bulan Januari – Agustus 2015 menampilkan trend penurunan yang secara eksponensial terjadi pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Mengingat sensitifitas survei yang digunakan oleh Bank Indonesia relatif lemah dengan sampling yang hanya menyasar kaum urban yang tersebar di 18 Kota Besar, tentunya pembentukan trend yang dihitung secara eksponensial selama 8 bulan terakhir lebih dapat dipahami dibandingkan menghitung trend bulanan yang terjadi. Setidaknya pola penurunan yang ditunjukkan dalam statistik, dapat terwakilkan melalui survei yang menyasar pengaruh inflasi dan pelemahan mata uang Rupiah yang berlangsung di sepanjang Tahun 2015 ini terhadap daya beli masyarakat.
Untuk memperkuat analisis secara deskriptif terkait hubungan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebagai dampak dari pelemahan mata uang Rupiah terhadap USD, tentunya menampilkan data pelemahan Rupiah yang dapat di tracking disepanjang Tahun 2015 ini sangat bermanfaat untuk melihat hubungan antara keduanya. Yang pasti pelemahan mata uang Rupiah terhadap USD juga berimplikasi positif pada semakin menguatnya inflasi harga-harga di dalam negeri. Untuk mengetahui trend pelemahan mata uang Rupiah terhadap USD disepanjang bulan Januari – Agustus Tahun 2015 ini, dapat dilihat dari nilai rata-rata pergerakan mata uang Rupiah disetiap bulannya yang terdiri dari nilai mean Rupiah – USD di bulan Januari sebesar Rp 12565/USD, nilai mean Rupiah – USD di bulan Februari sebesar Rp 12778/USD, nilai mean Rupiah – USD di bulan Maret sebesar Rp 13110/USD, nilai mean Rupiah – USD di bulan April sebesar Rp 12947/USD, nilai mean Rupiah – USD di bulan Mei sebesar Rp 13088/USD, nilai mean Rupiah – USD di bulan Juni sebesar Rp 13296/USD, nilai mean Rupiah – USD di bulan Juli sebesar Rp 13389/USD, dan nilai mean Rupiah – USD di bulan Agustus sebesar Rp 13812/USD.
trend pelemahan daya beli dan kursData pergerakan nilai mata uang Rupiah terhadap USD disepanjang bulan Januari – Agustus Tahun 2015 menunjukkan trend pelemahan secara eksponensial (dalam data ditunjukkan dengan peningkatan nilai nominal Rupiah terhadap USD dari Rp 12565/USD menjadi Rp 13812 USD disepanjang 8 bulan terakhir). Meskipun tidak begitu confidence melakukan perbandingan data secara langsung, namun melihat pembentukan trend secara eksponensial terhadap data Indeks Keyakinan Konsumen beserta data pelemahan mata uang Rupiah terhadap USD yang berlangsung selama periode 8 bulan, justru menunjukkan hubungan yang positif dan memperkuat hipotesis awal dalam analisis kali ini yaitu terdapat hubungan yang linier antara pelemahan mata uang Rupiah terhadap pelemahan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Dengan demikian, pengamatan terhadap pengaruh kondisi perekonomian nasional saat ini terhadap kemampuan real masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat sebagai dampak dari pergerakan inflasi dan devaluasi mata uang Rupiah. Angka-angka ini tentunya tidak boleh dipandang sebelah mata, sebab indikator yang digunakan dalam survei Bank Indonesia tidak menggambarkan secara keseluruhan dampak penurunan daya beli masyarakat yang terjadi secara luas. Artinya, tingkat keparahan penurunan daya beli masyarakat justru disinyalir lebih parah dibandingkan hasil survei yang diperoleh. Kekhawatiran justru terjadi pada semakin bertambahnya penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar harian mereka, ditambah lagi potensi semakin melaratnya masyarakat yang terdata miskin sebelumnya.
Pemerintahan saat ini diharapkan perlu melakukan langkah-langkah konkret dalam jangka pendek untuk menyelamatkan daya beli masyarakat. Mengingat, merujuk pada program-program Pemerintah saat ini yang lebih fokus pada pencapaian pembangunan perekonomian dalam jangka panjang (seperti pengalokasian anggaran infrastruktur), tentunya tidak bisa diharapkan akan menyelamatkan daya beli masyarakat yang begitu terdesak dengan mahalnya biaya hidup dan rendahnya kemampuan keuangan masyarakat terutama bagi kelompok kelas pekerja yang mengandalkan upah harian (maupun akumulasi upah bulanan yang tidak lagi mencukupi).
Kondisi ini merupakan bencana bagi masyarakat yang memiliki penghasilan pas-pasan, termasuk di dalamnya para kelas pekerja yang turut merasakan beratnya beban hidup akibat gejolak perekonomian nasional saat ini. Rasanya tidak ada salahnya jika Pemerintahan saat ini mengaktifkan kembali program-program pro rakyat yang pernah dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia ke-6 (Bapak SBY), sebut saja pemberian bantuan langsung tunai disaat merespon inflasi akibat kenaikan harga BBM yang dirasakan sangat membantu masyarakat miskin. Meskipun saat ini terdapat kondisi yang berbeda, dimana kebijakan menaikkan harga BBM telah diserahkan sepenuhnya kedalam mekanisme pasar (fluktuasi pergerakan minyak mentah dan pelemahan nilai tukar Rupiah), sehingga tidak tampak relasi langsung antara kondisi inflasi dengan kebijakan pemerintah menerapkan mekanisme pasar harga BBM pada hari ini (berbeda dengan masa Pemerintahan SBY terdapat momentum kebijakan menaikkan harga BBM dan reaksi inflasi setelah kebijakan tersebut diputuskan).
Melihat penurunan daya beli masyarakat yang terjadi secara luas dilapisan masyarakat berpenghasilan pas-pasan sampai pada tingkatan masyarakat miskin, tentunya patut untuk dipikirkan sekali lagi upaya untuk menyelamatkan daya beli masyarakat yang terlanjur melemah. Jika mengacu pada kemampuan pertumbuhan ekonomi dimasa Pemerintahan Bapak SBY yang mencapai nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 10.000 Triliun (jika tidak terjadi pelemahan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada saat ini) maka presentase anggaran pendapatan dan belanja negara dalam RAPBN 2016 yang mencapai 2121,3 Triliun, atau sebesar 20% dari PDB nasional, diharapkan dapat membantu upaya penguatan daya beli masyarakat melalui program pro rakyat yang menyasar pencapaian dalam jangka pendek seperti yang pernah dilakukan oleh Bapak SBY di masa pemerintahan sebelumnya.
Belajar dari setiap hal-hal kecil yang pernah dilakukan oleh Pemimpin Nasional dimasa lalu, tentunya dapat digunakan untuk memprediksi sejauh mana kebijakan hari ini dapat lebih efektif merespons setiap tantangan perekonomian nasional. Hal tersebut bukan berarti pendekatan Pemimpin Nasional dimasa lalu lebih baik dibandingkan saat ini, namun menemukan cara terbaik untuk menyelamatkan daya beli masyarakat miskin jauh lebih penting dari sekedar mempersoalkan isu-isu politik dan kepentingan setiap rezim Pemerintahan.
Oleh: Willem Wandik, S. Sos (Ketua Departemen Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen DPP Partai Demokrat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INFORMASI PENERIMAAN ONLINE MAHASISWA BARU 2017-2018

Kali ini saya akan posting. mengenai suku suku kanibal.