Saatnya Revolusi di Tanah Papua: NKRI Harga Mati Jika Presiden Konsisten Menjalankan UU Desentralisasi



Saatnya Revolusi di Tanah Papua: NKRI Harga Mati Jika Presiden Konsisten Menjalankan UU Desentralisasi

GALERI


kepentingan elit jakarta-amerika-korporasi
Wakil Bangsa Papua – Dalam perjalanan sejarah berbangsa di Tanah Papua, pergolakan di tengah-tengah pikiran rakyat dan bangsa Papua terkait distribusi ketidakadilan yang sejak lama dipersoalkan dan terus saja menggema pada hari ini, seringkali disikapi negatif oleh elit-elit Jakarta. Dalam menghadapi gejolak kebangsaan di Tanah Papua, para elit Jakarta selalu memanfaatkan rasa nasionalisme sebagai senjata untuk menuduh para pengkritik pemerintah di Tanah Papua sebagai kelompok separatisme. Mereka yang berseberangan pendapat dengan kekuasaan Pemerintah Pusat yang sangat monopolistik, sering disebut sebagai sekelompok orang yang menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru dapat disebut “harga mati” bagi setiap elemen berbangsa di Tanah Papua, apabila Presiden Republik menjalankan salah satu perintah Reformasi dengan secara konsisten, yaitu menjalankan dan tidak menghianati prinsip-prinsip desentralisasi yang telah disepakati dalam konsep ketatanegaraan nasional (pasca reformasi), dimana Tanah Papua berkedudukan sebagai daerah otonom yang diberi hak otonomi untuk menjalankan fungsi Pemerintahan di daerah (Pemda) dan diberikan otonomi pula untuk mengelola sumber daya alam untuk memperkuat kapasitas fiskal Pemerintahan Daerah (memperkuat pula pembangunan di daerah).
Sentralisasi yang selama ini menyerahkan kewenangan secara absolut kepada Pemerintah Pusat telah melahirkan kebijakan yang monopolistik, sehingga berimplikasi pada semakin tajamnya kesenjangan pembangunan dan pengelolaan keuangan daerah di Tanah Papua. Deskripsi pelaksanaan otonomi daerah yang diterapkan di Tanah Papua melalui pemberian Otsus (Rezim UU No. 21 Tahun 2001) telah menciptakan ketergantungan fiskal (keuangan) yang sangat kronik kepada Tanah Papua.
Esensi dari Pelaksanaan otonomi daerah bertujuan untuk menciptakan kemandirian pengelolaan keuangan daerah bagi semua daerah otonom, tanpa terkecuali otsus yang diberikan kepada Tanah Papua. Kemandirian (independensi) dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah di Tanah Papua dapat terwujud apabila Tanah Papua diberikan kesempatan untuk ikut menentukan masa depan pengelolaan sumber daya alam di daerahnya sendiri, termasuk pengelolaan gunung emas yang saat ini dikuasai secara sepihak oleh kepentingan Jakarta dan PT. Freeport Indonesia.
Jakarta terlihat memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang boleh memiliki saham di PT. Freeport Indonesia, termasuk pula mendominasi dalam menentukan perpanjangan kontrak perizinan pengelolaan gunung emas yang terbentang hingga jutaan hektar di kawasan pedalaman pegunungan tengah, serta memonopoli kepentingan industrialisasi smelter dengan menentukan siapa daerah yang pantas dan tidak pantas untuk memperoleh priorotas pembangunan smelter.
Jika mencermati secara seksama kedalam tiga (3) aspek pengelolaan gunung emas di Tanah Papua yang di monopoli secara absolut oleh Pemerintah Pusat, melalui serangkaian penafsiran undang-undang yang hanya menguntungkan Jakarta, maka sejatinya tidak ada niat baik dari elit-elit Jakarta untuk memberikan Tanah Papua kesempatan untuk menjadi daerah yang mandiri secara fiskal, kuat dalam pembangunan di kawasannya sendiri, dan melepaskan ketergantungan pendanaan dari pemberian pusat (subsidi pusat).
Filosofi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didasarkan pada wawasan kebangsaan tentang bangsa nusantara yang terbentang cukup luas, dari sabang (Tanah Rencong) hingga ke kawasan merauke (Tanah Papua). Hal ini pun mengandung makna bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menghendaki adanya komitmen dan kesungguhan dari penguasa Republik untuk membangun setiap inci, setiap gugusan pulau, setiap jengkal tanah republik di negeri bernama nusantara. Tanah Papua tentunya merupakan bagian dari wilayah NKRI yang wajib (tanpa syarat apapun, tanpa rencana pembangunan tipu-tipu) diberikan kesempatan yang sama (adil) untuk membangun daerahnya sendiri, dengan memanfaatkan kekuatan sumber daya alam di tanahnya sendiri.
Tidak ada yang aneh dari permintaan Tanah Papua (Gubernur Papua, Bupati/Walikota Papua, MRP, DPR RI Papua, DPD RI Papua, DPRP, DPRD Papua, beserta seluruh rakyat dan bangsa Papua) untuk meminta hak pengelolaan gunung emas di Tanah Papua, karena sejatinya Tanah Papua tidak dalam posisi memperebutkan (tidak merampas) hak pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki oleh Pulau Jawa, tidak pula berkeinginan merampas kekayaan Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Pulau Bali, dan Pulau-Pulau lainnya di wilayah Republik.
Pada hari ini, rakyat dan bangsa Papua tiba pada momentum yang sangat penting, untuk memperjelas status pengambilalihan saham (divestasi saham) yang sedianya akan dieksekusi oleh PT. Freeport Indonesia di bulan Oktober ini (14 Oktober 2015). Sebelumnya Pemerintah Pusat telah memiliki sebagian saham PT. Freeport Indonesia sebesar 9,36%, dan berdasarkan skema divestasi saham yang telah direncanakan di Tahun 2015 ini, Jakarta bernafsu kembali untuk semakin memperbesar kepemilikan saham yang telah dipastikan akan dilepaskan oleh PT. Freeport Indonesia sebesar 10,64%.
Jakarta seperti tidak pernah puas dengan kebijakan monopolistik yang berusaha terus dipertahankan sejak Tanah Papua berintegrasi bersama Republik pasca penentuan PEPERA. Elit pusat terus memandang Tanah Papua sebagai daerah yang tidak pantas mengelola kekayaan gunung emas di tanahnya sendiri. Kebijakan Pusat masih menempatkan bangsa Papua sebagai penonton ditengah-tengah eksploitasi besar-besaran resources yang melimpah di tanahnya sendiri, dan memberikan makanan gratis kepada bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Sikap ini tentunya bukanlah opini, atau sikap skeptis yang ditunjukkan oleh para generasi intelektual di Tanah Papua, tetapi merupakan fakta sejarah yang saat ini terus di ulang kembali melalui monopoli pusat terhadap kontrak perizinan PT. Freeport Indonesia, monopoli pusat terhadap kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia (Jakarta berniat untuk menambah kuota saham menjadi 20% menjelang Oktober ini), dan Jakarta mengendalikan secara sistematis kepentingan pembangunan smelter yang tetap memperkuat industrialisasi di Pulau Jawa.
Dengan demikian, tidak ada jalan lagi bagi Tanah Papua untuk berdiam diri, melihat aksi tangan-tangan jahat menggerogoti setiap jengkal kekayaan alam di atas tanah bangsa dan rakyat Papua Melanesia. Pada hari ini sikap resmi bangsa dan rakyat Papua harus menyatakan perang kepada kepentingan elit-elit Jakarta. Bangsa Papua tentunya telah terbiasa mengalami masa-masa sulit semenjak berintegrasi bersama Republik, ini bukan disebabkan oleh kegagalan konstitusi Republik ini, tetapi akibat dari penghianatan oleh para elit yang berkuasa dengan membelakangi konstitusi Republik.
Musuh rakyat dan bangsa Papua terkait pengelolaan kekayaan alam di Tanah Papua, bukanlah konstitusi Republik, bukan pula nilai-nilai Pancasila, bukan pula prinsip-prinsip bernegara, tetapi musuh rakyat dan bangsa Papua adalah setiap cengkraman para elit Jakarta yang mengkolaborasikan setiap kebijakan bernegara dengan kepentingan untuk memonopoli hak-hak mendasar rakyat di Tanah Papua untuk berdikari secara mandiri dengan kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Tuhan Jesus).
Mengingat jasa para intelektual di Tanah Papua, jasa para pejuang demokrasi yang terpaksa harus mengangkat senjata menjadi oposisi kekuasaan pemerintah, serta jasa para tahanan politik di Tanah Papua, maka pada hari ini saya mengingatkan kepada seluruh rakyat dan bangsa Papua, untuk tetap teguh pada pendirian (berdiri kokoh seperti gunung), untuk menagih konsistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang katanya harga mati itu. Dimana kedaulatan negara diimplementasikan – tidak dengan sekedar menangkap setiap orang yang dipandang mengancam kedaulatan negara, bukan pula dengan menakut-nakuti rakyat dengan senjata aparat (militeristik). Akan tetapi kedaulatan NKRI harus diwujudkan dengan sikap konsisten Presiden Republik Indonesia untuk memberikan hak-hak mendasar dalam pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua, melalui konsistensi dalam menjalankan amanah reformasi dan semangat desentralisasi yang lahir bersamanya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INFORMASI PENERIMAAN ONLINE MAHASISWA BARU 2017-2018

Kali ini saya akan posting. mengenai suku suku kanibal.