Konflik Tolikara-Papua, Mengungkap Motif dan Solusinya

Konflik di Tolikara sangat menyedihkan dan patut dikecam sekeras-jerasnya. Pertama, umat Nasrani dari Gidi (Gereja Injili di Indonesia) menyerang umat Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di Markas Korem 1702-11 di Tolikara. Pada hal umat Islam dimanapun tidak pernah melakukan tindakan bar-bar yang melarang apalagi mengusir umat Nasrani yang sedang melaksanakan ibadah.
Kedua, aparat keamanan sama sekali tidak antisipatif. Sejatinya antisipatif, karena pimpinan Gidi sudah membuat surat yang melarang umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri dilapangan dan memasang pengeras suara. Selain itu, pada saat yang sama, umat Nasrani dari Gidi melaksanakan kebaktian rohani sekaligus seminar internasional dengan jarak sekitar 200 meter dari lapangan tempat diselenggarakannya shalat Idul Fitri, sehingga patut di duga bisa menciptakan konflik horizontal.
Ketiga, aparat intelejen dapat dikatakan tidak bekerja, sehingga kebobolan dan terjadi konflik yang nyaris memporak-porandakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Keempat, aparat keamanan sama sekali tidak berdaya menghadapi massa Gidi yang beringas, sehingga leluasa mengusir umat Islam yang sedang melaksanakan shalat Idul Fitri. Akibatnya mereka lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari amukan massa Gidi.
Kelima, ekstrimisme yang selama ini disandangkan kepada umat Islam, dan dalam banyak kasus menjadi sasaran penyerangan dari Densus 88 dalam memerangi terorisme, terbukti pada agama lain melakukan hal yang sama, tetapi treatmentnya berbeda. Ini bisa menimbulkan perasaan tidak adil karena tidak equal dalam penanganannya.
Permasalahan di Tolikara
Tolikara sebagai bagian dari Papua dan bangsa Indonesia menyimpan banyak permasalahan. Saya menduga paling tidak ada 5 (lima) masalah besar yang dihadapi masyarakat Tolikara.
Pertama, kurang pendidikan. Merujuk pernyataan Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada saat buka puasa Kahmi di rumah dinasnya di Widya Chandra Jakarta Selatan beberapa hari menjelang Idul Fitri 1436 H bahwa 76 persen pendidikan masyarakat Indonesia hanya tamat SMP ke bawah, dan hanya 6 persen yang berpendidikan sarjana, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan masyarakat Tolikara pasti tidak jauh berbeda seperti yang diungkapkan Menteri Anies Baswedan. Ini masalah besar karena mereka yang berpendidikan rendah bukan saja mudah disulut untuk konflik, tetapi hampir dipastikan mereka hidup miskin dan terkebelakang.
Kedua, kesenjangan sosial ekonomi. Konsekuensi logis dari kurang pendidikan, maka masyarakat asli Tolikara tidak bisa bersaing dalam bidang ekonomi. Akibatnya pendatang yang pada umumnya Muslim lebih menguasai ekonomi, sehingga terjadi kesenjangan ekonomi yang kemudian menghadirkan kecemburuan sosial. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu konflik horizontal di Tolikara.
Ketiga, penjajahan ekonomi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di negeri yang kita cintai masih terjadi penjajahan ekonomi. Masyarakat Tolikara, saya menduga mereka juga merasakan hal itu. Papua yang kekayaan alamnya luar biasa, tetapi masyarakatnya masih hidup miskin dan terkebelakang. Jika ada yang memicu, maka mereka segera melampiaskan kemarahan dengan melakukan konflik seperti konflik Tolikara.
Keempat, ketidak-adilan dalam berbagai bidang. Masyarakat Tolikara, saya fikir mereka juga merasakan banyaknya ketidakadilan dalam bidang ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya, sehingga mudah disulut untuk melakukan konflik. Berbagai ketidakadilan merupakan hotspot yang setiap saat bisa melahirkan konflik horizontal dan vertikal.
Kelima, separatisme. Permasalahan terbesar yang dihadapi di Tolikara dan Papua ialah adanya agenda memisahkan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masalah ini tidak kunjung selesai karena pihak asing turut bermain untuk mendorong Papua merdeka seperti Timor Timur.
Dengan demikian, konflik Tolikara merupakan akumulasi dari berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat yang selama ini terpendam akibat pendekatan represif.
Motif Konflik
Kalau belajar dari konflik Aceh, dan konflik Papua, yang keduanya merupakan konflik vertikal. Begitu pula konflik Ambon, konflik Poso dan konflik lainnya di Indonesia, yang pada umumnya merupakan konflik horizontal, saya yakin bahwa konflik Tolikara dipicu tiga faktor.
Pertama, motif ekonomi. Hampir semua konflik di Indonesia baik konflik vertikal maupun konflik horizontal, penyebab utamanya adalah faktor ekonomi. Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa konflik Tolikara, pemicu utamanya adalah faktor sosial ekonomi. Dalam realitas sosial ekonomi, pendatang dimanapun selalu lebih maju tingkat kehidupan ekonomi mereka ketimbang penduduk asli. Kesenjangan sosial ekonomi tersebut, saya menduga keras menjadi pemicu konflik di Tolikara.
Kedua, ketidakadilan dalam berbagai bidang. Di negeri kita masih banyak ketidakadilan. Rakyat jelata yang pada umumnya kurang pendidikan dan miskin, menjadi sasaran empuk dari praktik ketidakadilan. Saya yakin seyakin-yakinnya, masyarakat Tolikara juga merasakan ketidakadilan. Misalnya Papua luar biasanya kekayaan alamnya, tetapi masyarakatnya masih bodoh, miskin dan terkebelakang. Kondisi demikian mudah dieksploitasi untuk marah dan mengamuk. Salah satu bentuknya menyerang kaum Muslim yang sedang shalat Idul Fitri di Tolikara.
Ketiga, separatisme. Sudah bukan rahasia umum bahwa oknum-oknum pemimpin agama di Papua bukan saja mendukung separatisme, tetapi berdasarkan pengalaman saya sewaktu menjadi anggota parlemen di awal Orde Reformasi, saya menduga mereka menjadi prime mover untuk mewujudkan separatisme di Papua.
Upaya separatisme terus berkobar karena mendapat dukungan dari pihak asing yang ingin menguasai Papua yang kekayaan alamnya luar biasa dengan cara memerdekan Papua.
Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa konflik di Tolikara pemicu utamanya bukan faktor agama tetapi faktor separatisme, yang ingin memisahkan Papua dari negara kesatuan republik Indonesia dengan mengobarkan konflik agama sebagai strategi untuk menarik dukungan internasional jika umat Islam yang diserang di Tolikara mendapat simpati dan bantuan dari saudara-saudara mereka di daerah lain dan melakukan balas dendam terhadap umat Nasrani di Papua dan daerah lain di Indonesia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INFORMASI PENERIMAAN ONLINE MAHASISWA BARU 2017-2018

Kali ini saya akan posting. mengenai suku suku kanibal.